SEJARAH SINGKAT SYEKH MAGELUNG SAKTI
(Asal Nama Magelung Sakti
Enterprise)
Syekh Magelung Sakti, mendengar namanya setiap orang pasti
akan langsung menerawang pada ilmu kedigjayaan beliau semasa hidupnya. Dikenal
memiliki rambut yang sangat panjang hingga menyentuh tanah sehingga membuat
Syekh Magelung Sakti sering mengikat rambutnya (gelung), kebiasaannya itu
pulalah yang akhirnya beliau lebih dikenal dengan nama Syekh Magelung (Syekh
dengan rambut yang tergelung).
Berdasarkan Babad Cirebon
Syekh Magelung Sakti berasal dari negeri Syam (Syria), dengan panggilan Syarif
Syam. Saat kanak-kanak Syarif Syam tergolong bocah yang jenius, tak salah
jika pada usia 7 tahun, di kalangan guru dan para pendidiknya dia telah
menyandang panggilan sebagai sufi cilik. Agaknya inilah yang menyebabkan
kenapa di kala itu dia menjadi anak yang diperebutkan di kalangan guru besar di
seluruh negara bagian Timur Tengah.
Bahkan di usia 11 tahun,
dia telah mampu menempatkan posisinya sebagai pengajar termuda di berbagai
tempat ternama, misalnya Madinah, Makkah, istana raja Mesir, Masjidil Agso,
Palestina, dan berbagai tempat ternama lainnya. Walau begitu, dia juga banyak
dihujat oleh ulama, karena kian hari rambutnya kian memanjang tak terurus.
Sehingga dalam pandangan mereka, Syarif Syam, terkesan bukan sebagai seorang
pelajar sekaligus pengajar religius yang selalu mengedepankan tatakrama.
Pelecehan dan hinaan yang
kerap diterimanya, membuat Syarif Syam mengasingkan diri selama beberapa tahun
di salah satu goa di daerah Haram, Mekkah. Hal itu dikarenakan rambut Syarif
Syam semakin panjang. Namun dia bukannya tak bisa mencukur rambutnya yang
lambat laun jatuh menjuntai ke tanah, tapi apa daya, walau telah ratusan kali
berikhtiar ke belahan dunia lain, tetapi, dia belum pemah mendapatkan seseorang
yang mampu memotong rambutnya itu.
Konon, sejak dilahirkan ke
alam dunia, rambut Syarif Syam memang sudah tidak bisa dipotong oleh sejenis
benda tajam apapun. Sehingga pada usia 30 tahun, Syarif Syam diambil oleh
Istana Mesir untuk menjadi panglima perang dalam mengalahkan pasukan Romawi dan
Tartar. Dari sinilah namanya mulai masyhur di kalangan masyarakat luas
sebagai panglima perang sakti di antara para prajurit perang yang ada
sebelumnya.
Betapa
tidak, jika kala itu kepiawaian seorang panglima perang bisa terlihat pada saat
mengatur strategi perang serta keandalannya memainkan pedang, tombak serta
ketepatan dalam memanah. Berbeda
dengan Syarif Syam yang akhimya dikenal dengan sebutan Panglima Mohammad Syam
Magelung Sakti, jika dia mengibaskan rambutnya yang panjang dan keras
mirip kawat baja ke arah musuh-musuhnya.
Akibatnya
sudah dapat diduga, para musuh tak ada yang berani mendekat, dan lari
pontang-panting karenanya. Sampai di usia 32 tahun, selama 12 tahun
kemasyhurannya sebagai sosok panglima perang berambut sakti itu benar-benar tak
tertandingi. Hingga pada usia 34
tahun dia mendapat petunjuk, yang mengharuskannya mencari guru sebagai
pembimbingnya yang juga dapat memotong rambutnya.
Ada pula yang berpendapat bahwa Syekh Magelung Sakti atau Syarif
Syam berasal dari Negeri Yaman. Selain itu, Syekh Magelung Sakti Juga dikenal
degan Pangeran Soka alias Pangeran Karangkendal karena maqbaroh pesarean Syekh
Magelung Sakti berada di Desa Karang Kendal Kecamatan Kapetakan Kabupaten
Cirebon
Apapun Julukan yang diberikan orang, Syekh Magelung Sakti
lebih dikenal dengan nama seperti itu. Dan bukan tanpa sebab sang Syekh tidak
memotong rambutnya, kemasyhuran rambut Syekh Magelung Sakti yang memiliki
rambut panjang tergelung salah satunya karena semasa hidupnya beliau selalu
berkelana dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari siapa yang sanggup
memotong rambut panjangnya itu, kesaktiannya membuat rambut Syekh Magelung
Sakti tidak dapat dipotong dengan alat apapun dan oleh siapapun juga. Dengan
itikad itu, Syekh Magelung berjanji untuk mengangkat orang yang mampu memotong
rambutnya menjadi gurunya dan sekaligus beliau mengabdi kepadanya.

Tapi,
walau begitu banyak para waliyulloh yang didatangi, tak satupun di antara
mereka yang sanggup memotong rambutnya. Kemudian
Syarif Syam ini terus berkelana pergi dari satu tempat ke tempat lain untuk
mencari siapa yang sanggup untuk memotong rambut panjangnya itu. Hingga suatu hari, dia bertemu dengan
seorang pertapa sakti Resi Purba Sanghyang Dursasana Prabu Kala Sengkala,
diperbatasan Selat Malaka. Dari
sang resi inilah Syarif Syam mendapat kabar jika rambutnya dapat dipotong oleh
salah seorang wali di tanah Jawa.
Mendengar
itu, Syarif Syam sangat senang dan seketika minta diri untuk langsung
melanjutkan perjalanannya menuju ke tanah Jawa. Dan setibanya di pesisir Pulau Jawa,
Syarif pun singgah di suatu pedesaan sambil tiada hentinya bertafakur memohon
kepada Allah Swt agar dirinya dapat dipertemukan dengan wali yang selama ini
diimpi-impikannya. Dan tepat pada malam Jum’at Kliwon, di tengah keheningan
malam Syarif Syam mendapat petunjuk jika wali yang ditemuinya berada di suatu
tempat hingga akhirnya pencarian Syekh Magelung
Sakti bermuara di Tanah Jawa, tepatnya di Cirebon.
Konon, dalam tabir mimpinya, Syekh Magelung Sakti dituntun
untuk datang ke daerah pantai utara Cirebon karena disanalah beliau akan
menemukan seorang guru yang dicari yang sanggup memotong rambut panjangnya itu.
Atas petunjuk mimpinya itu, Syekh Magelung Sakti mencari di sepanjang pantai
utara Cirebon hingga akhirnya bertemu dengan seorang tua yang tak lain adalah
Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang kemudian dengan mudahnya
memotong rambut Syekh Magelung Sakti. Syekh Magelung Sakti merasa gembira
karena berhasil menemukan seorang yang sanggup memotong rambutnya dan sejak
saat itu beliau mengikrarkan diri menjadi murid Sunan Gunung Jati. Atas
pengabdiannya tersebut, Sunan Gunung Jati memberikan nama baru kepada Syekh
Magelung Sakti yaitu Pangeran Soka (Soka diambil dari kata suka) dan tempat
dimana rambut Syekh Magelung Sakti berhasil dipotong saat ini dikenal dengan
nama Karanggetas.
Pengabdian
Syekh Magelung Sakti Kepada Sunan Gunung Jati berlanjut dengan ditugaskannya
Syarif Syam alias Pangeran Soka untuk mengembangkan ajaran agama Islam di
wilayah utara pantai utara Cirebon. Beliaupun kemudian tinggal di daerah
Karangkendal Kapetakan, sekitar 19 km sebelah utara Cirebon. Di Karangkendal Kapetakan Cirebon Syekh Magelung Sakti
berjumpa dengan Ki Tarsiman atau Ki Krayunan atau yang lebih dikenal dengan Ki
Gede Karangkendal, Ki Gede Karangkendal dikisahkan memiliki 25 anak dari
seorang istri yang beranama Nyi Sekar oleh sebab itu Ki Gede Karangkendal juga
dikenal denga julukan Buyut Selawe. Menurut cerita yang ada Buyut Selawe dan Nyi
Sekar merupakan orang tua angkat Syarif Syam atau Syekh Magelung Sakti di
Cirebon. Hingga akhirnya wafat dan dimakamkan di sana hingga kemudian
Syekh Magelung Sakti pun dikenal juga sebagai Pangeran Karang Kendal.
Saat
mengembangkan ajaran agama Islam di Karangkendal, Syekh Magelung Sakti dituturkan
berhasil menundukkan Ki Gede Tersana dari Kertasemaya Indramayu yang dikenal
dengan kesaktiannya dan memiliki anak buah makhluk halus yang menguasai daerah
Kertasemaya. Keberhasilan Syekh Magelung Sakti menundukkan Ki Gede Tersana
membuat para makhluk halus pun turut takluk dan mengakui kedigjayaan Syekh
Magelung Sakti. Tunduknya golongan makhluk gaib tersebut disertai dengan syarat
yang diajukan melalui Ki Gede Tersana bahwa setiap tahunnya para makhluk gaib meminta
diberi makan sesajen berupa rujak wuni (sayur dari jeroan kerbau). Dari cerita
inilah tradisi menyerahkan sesajen daging mentah berlangsung di Karangkendal
setiap tahunnya hingga saat ini. Kesaktian Syekh Magelung Sakti pulalah yang
membawa kisah percintaannya dengan Nyi Mas Gandasari.
Pertemuan
keduanya terjadi saat Syekh Magelung Sakti atau Pangeran Soka ditugaskan untuk
berkeliling ke arah barat Cirebon. Dalam alur sejarah Cirebon tidak secara
spesifik menceritakan sosok Nyi Mas Gandasari. Nyi Mas Gandasari disebut
sebagai putri Mesir, namun masyarakat di sekitar makam Nyi Mas Gandasari di
Panguragan Cirebon meyakini bahwa Nyi
Mas Gandasari merupakan seorang putri yang berasal dari Aceh, Adik dari Tubagus
Pasei atau yang lebih di kenal dengan Fatahillah, putri dari Mahdar Ibrahim bin
Abdul Ghafur bin Barkah Zainal Alim, yang dibawa oleh Ki Ageng Selapadan (yang
lebih dikenal sebagai Pangeran Cakrabuana) saat sepulangnya menunaikan ibadah
haji ke Baitullah dan kemudian diangkat sebagai anak oleh Ki Ageng Selapadan. Cerita
lain menyebutkan bahwa Nyi Mas Gandasari sebenarnya merupakan putri Sultan Hud
dari Kesultanan Basem Paseh (keturunan Timur Tengah) yang menjadi salah satu murid
di Pesantren yang dididikan Ki Ageng Selapadan.
Konon
menurut cerita kecantikan dan kepandaian ilmu bela diri yang dimiliki Nyi Mas
Gandasari mampu membuat siapapun terpana. Hal itu terbukti dengan takluknya
seorang raja yang bernama Prabu
Cakraningrat, seorang pangeran dari Kerajaan Galuh yaitu sebuah negara yang
berada di bawah kekuasaan kerajaan Hindu Galuh Pajajaran. Prabu Cakraningrat
sangat tertarik untuk mempersunting Nyi Mas Gandasari menjadi istrinya, hal itu
dibuktikan dengan tak segan-segan Sang Prabu mengajak Nyi Mas Gandasari
berkeliling ke seluruh pelosok isi kerajaan bahkan sampai pada tempat-tempat
yang amat rahasia.
Hasrat
Prabu Cakraningrat tersebut dimanfaatkan oleh Nyi Mas Gandasari untuk
memberikan informasi pada Pangeran Cakrabuana yang menjadi orang tua angkat Nyi
Mas Gandasari untuk kemudian menyerang dan mengalahkan Kerajaan Galuh.
Ki
Ageng Selapadan atau Pangeran Cakrabuana (masih keturunan Prabu Siliwangi dari
Kerajaan Hindu Pajajaran) yang juga merupakan Ki Kuwu Cirebon waktu itu
berkeinginan agar anak angkatnya Nyi Mas Gandasari, segera menikah. Setelah
meminta nasihat gurunya, Sunan Gunung Jati, keinginan ayahnya tersebut
disetujui Putri Selapadan atau Nyi Mas Gandasari dengan syarat calon suaminya
harus pria yang memiliki ilmu lebih tinggi dari dirinya.
Sosok Syekh Magelung Sakti, yang pada saat ia baru saja
selesai mempelajari tasawuf dari Sunan Gunung Jati, dan mendengar berita
tentang sayembara Nyi Mas Gandasari yang sedang mencari pasangan hidupnya
kemudian lekas mengambil bagian di dalamnya. Hingga akhirnya Pangeran Soka
memasuki arena sayembara. Meskipun keduanya tampak imbang, namun karena faktor
kelelahan Nyi Mas Gandasari pun akhirnya menyerah dan kemudian berlindung di
balik Sunan Gunung Jati.
Namun, Pangeran Soka terus menyerangnya dan mencoba menyerang
Nyi Mas Gandasari dan hampir saja mengenai kepala Sunan Gunung Jati. Tetapi
sebelum tangan Pangeran Soka menyentuh Sunan Gunung Jati, Pangeran Soka menjadi
lemas tak berdaya. Sunan Gunung Jati pun kemudian membantunya dan menyatakan
bahwa tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Namun, kemudian keduanya
dinikahkan oleh Sunan Gunung Jati.
Selain berjasa dalam syiar Islam di Cirebon dan sekitarnya,
Syarif Sam dikenal sebagai tokoh ulama yang mempunyai ilmu kanuragan tinggi
pada zamannya. Ia membangun semacam pesanggrahan yang dijadikan sebagai tempat
ia melakukan syiar Islam dan mempunyai banyak pengikut. Sampai dengan akhir
hayatnya, Syekh Magelung Sakti dimakamkan di Karangkendal, dan sampai sekarang
tempat tersebut selalu diziarahi orang dari berbagai daerah.
*Materi tulisan ini
diambil dari beberapa sumber
0 komentar:
Posting Komentar